Jejak Sejarah PSHT: Dari Perjuangan Hingga Mendunia
Jejak Sejarah PSHT: Dari Perjuangan Hingga Mendunia. Telusuri sejarah lengkap Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT). Kisah dari era perjuangan kemerdekaan, para tokoh kunci, hingga menjadi organisasi global.
Menyingkap Sejarah Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT): Dari Madiun untuk Dunia
Pernahkah Anda bertanya, bagaimana sebuah organisasi pencak silat dari Madiun bisa menggema ke seluruh dunia? Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) bukan sekadar perkumpulan bela diri.
Di dalamnya tersimpan jejak perjuangan, filosofi mendalam, dan semangat persaudaraan yang tak lekang oleh waktu. Mari kita telusuri bersama perjalanan panjang dan unik dari organisasi yang akrab disapa SH Terate ini.
Kisah ini tidak dimulai dalam semalam. Akarnya terbenam jauh dalam semangat perlawanan terhadap penjajahan.
PSHT lahir dari rahim perjuangan kemerdekaan Indonesia, digagas oleh seorang pahlawan yang ingin pencak silat menjadi alat pembebasan.
Organisasi ini telah melalui berbagai zaman, dipimpin oleh tokoh-tokoh visioner yang membentuknya hingga menjadi salah satu yang terbesar di dunia.
Cikal Bakal: Akar Sejarah dari Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirjo
Untuk memahami PSHT, kita harus kembali ke awal abad ke-20. Pada tahun 1903, seorang tokoh bernama Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirjo, atau Muhammad Masdan, mendirikan sebuah perkumpulan bernama "Sedulur Tunggal Kecer".
Perkumpulan ini mengajarkan pencak silat dengan nama "Joyo Gendelo Tjipto Muljo".
Ki Ageng Soerodiwirjo adalah sosok yang gemar mengembara untuk menimba ilmu silat. Perjalanannya ke berbagai daerah seperti Bandung, Jakarta, hingga Aceh memperkaya wawasannya dalam seni bela diri.
Pada tahun 1917, beliau mengubah nama perkumpulannya menjadi Persaudaraan Setia Hati (PSH) di Desa Winongo, Madiun. Tujuannya mulia, yaitu mengikat rasa persaudaraan dan menanamkan nasionalisme di kalangan pemuda.
Lahirnya Sang Pelopor: Ki Hadjar Hardjo Oetomo dan SH Pemuda Sport Club
Di antara banyak murid Ki Ageng Soerodiwirjo, ada satu nama yang kelak menjadi tokoh sentral dalam sejarah PSHT: Ki Hadjar Hardjo Oetomo.
Beliau adalah seorang pejuang kemerdekaan yang aktif di berbagai organisasi pergerakan seperti Boedi Oetomo dan Syarikat Islam.
Melihat semangat perjuangan yang membara, Ki Hadjar Hardjo Oetomo memiliki pandangan berbeda.
Beliau ingin pencak silat tidak hanya diajarkan kepada kalangan bangsawan, tetapi juga kepada rakyat jelata sebagai bekal melawan penjajah.
Karena perbedaan visi ini, dengan restu gurunya, Ki Hadjar Hardjo Oetomo mendirikan sebuah wadah baru.
Pada tahun 1922, lahirlah Setia Hati Pemuda Sport Club (SH PSC) di Desa Pilangbango, Madiun. Inilah titik awal yang menjadi cikal bakal PSHT.
Tujuannya jelas, yaitu menghimpun para pemuda dan melatih mereka pencak silat sebagai alat perjuangan.
Akibat aktivitasnya yang dianggap membahayakan, pemerintah kolonial Belanda sempat menangkap dan mengasingkan Ki Hadjar Hardjo Oetomo.
Dari Paguron Menjadi Organisasi Modern
Perjalanan SH PSC tidaklah mulus. Nama "Pencak Sport Club" sempat diganti untuk menghindari kecurigaan Belanda.
Pada masa pendudukan Jepang, tepatnya tahun 1942, atas usulan Soeratno Sorengpati, nama organisasi diubah menjadi Setia Hati Terate.
Momen penting terjadi setelah Indonesia merdeka. Pada kongres pertama tanggal 25 Maret 1951, nama organisasi ini secara resmi disepakati menjadi Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT).
Perubahan ini bukan sekadar nama, tetapi juga sebuah transformasi. PSHT beralih dari sistem "paguron" (perguruan) menjadi sebuah organisasi modern yang lebih terstruktur.
Estafet Kepemimpinan: Para Tokoh di Balik Perkembangan PSHT
Besarnya PSHT hari ini adalah buah karya dari para pemimpin yang silih berganti memegang amanah.
Setiap ketua umum membawa warna dan kontribusi yang berarti bagi organisasi
- Ki Hadjar Hardjo Oetomo (1922–1948): Sang pendiri yang meletakkan fondasi awal dan semangat perjuangan
- Soetomo Mangkoedjojo (1948–1956 & 1966–1974): Dikenal sebagai tokoh yang memodernisasi administrasi dan memperluas jangkauan cabang PSHT ke berbagai daerah
- M. Irsad (1956–1958): Seorang murid langsung Ki Hadjar yang memperkaya kurikulum latihan dengan materi senam, jurus belati, dan toya
- Santoso Kartoatmodjo (1958–1966): Menjaga keberlangsungan organisasi di masa-masa transisi yang penuh tantangan.
- RM. Imam Koesoepangat (1974–1977): Sosok berjuluk "Penditho Wesi Kuning" ini menegaskan kembali nilai-nilai kebatinan dan spiritual dalam ajaran PSHT
- Badini (1977–1981): Beliau dikenal sebagai penyempurna dan pencipta lambang PSHT yang sarat makna
- Tarmadji Boedi Harsono (1981–2014): Di bawah kepemimpinannya yang panjang, PSHT mengalami pertumbuhan pesat, mendirikan yayasan, dan membangun Padepokan Agung Madiun
Setelah era Mas Tarmadji, kepemimpinan PSHT dilanjutkan oleh tokoh-tokoh lain yang terus membawa organisasi ini berkembang hingga kini.
Filosofi Luhur di Balik Gerakan
PSHT lebih dari sekadar olah fisik. Di dalamnya terkandung ajaran budi pekerti luhur yang menjadi pegangan setiap anggotanya.
Falsafah utama PSHT berbunyi: "Manungso bisa dihancurkan, manungso bisa dimatikan, nanging manungso ora bisa dikalahake selagi manungso kuwi isih setyo marang atine dewe".
Artinya, manusia dapat dihancurkan dan dimatikan, tetapi tidak akan bisa dikalahkan selama ia masih setia pada hatinya sendiri. Filosofi ini menanamkan keyakinan bahwa kekuatan tertinggi ada pada Tuhan Yang Maha Esa.
Ajaran PSHT bertujuan membentuk manusia berbudi luhur yang tahu benar dan salah, serta berjiwa ksatria.
Konsep "Memayu Hayuning Bawono" (berusaha mewujudkan kesejahteraan dan kedamaian dunia) menjadi semangat pengabdian para warganya kepada masyarakat.
Makna di Balik Lambang PSHT
Setiap elemen dalam lambang PSHT memiliki makna filosofis yang mendalam, mencerminkan ajaran organisasi.
- Dasar Hitam: Melambangkan persaudaraan yang kekal dan abadi
- Hati Putih Bertepi Merah: Bermakna cinta kasih yang ada batasnya
- Hati yang Bersinar: Simbol bahwa seorang warga PSHT harus bisa memberi kebaikan bagi sesama
- Bunga Terate (Lotus): Bunga ini bisa hidup di mana saja (darat, air, lumpur), melambangkan kemampuan anggota untuk beradaptasi dalam segala kondisi. Tiga bunga (kuncup, setengah mekar, dan mekar) juga mengartikan bahwa PSHT tidak membedakan status sosial anggotanya
- Senjata: Menggambarkan pelajaran pencak silat sebagai alat untuk membela diri
- Garis Lurus di Atas Hati: Melambangkan bahwa setiap perbuatan harus diawali dengan niat yang lurus dan baik
PSHT di Panggung Dunia
Dari sebuah gubuk sederhana di Madiun, PSHT kini telah mendunia. Organisasi ini merupakan salah satu pendiri Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) pada 18 Mei 1948.
Kini, PSHT memiliki jutaan anggota dengan cabang yang tersebar di ratusan kota di Indonesia.
Tidak hanya di dalam negeri, PSHT juga melebarkan sayapnya ke mancanegara. Cabang-cabang khusus telah berdiri di berbagai negara seperti Malaysia, Belanda, Rusia, Jepang, Korea Selatan, Prancis, dan Inggris.
Ini membuktikan bahwa ajaran persaudaraan dan nilai-nilai luhur yang diusung PSHT bersifat universal dan dapat diterima oleh berbagai bangsa.
Kesimpulan: Warisan yang Terus Hidup
Sejarah Persaudaraan Setia Hati Terate adalah cerminan dari perjalanan sebuah bangsa.
Berawal dari semangat perlawanan untuk merebut kemerdekaan, PSHT bertransformasi menjadi organisasi besar yang mendidik jutaan manusia untuk menjadi pribadi yang berbudi luhur.
Warisan Ki Hadjar Hardjo Oetomo dan para penerusnya tidak hanya berupa jurus dan senam, tetapi juga filosofi hidup yang kuat.
Ajaran tentang persaudaraan, kesetiaan pada hati, dan pengabdian kepada sesama adalah inti dari SH Terate.
Perjalanan dari Madiun hingga ke panggung dunia adalah bukti bahwa nilai-nilai kebaikan akan selalu menemukan jalannya, melintasi batas-batas geografis dan budaya, untuk terus hidup dan memberi makna.
